Manajemen Gila “Ala Bob Sadino”

Tidak ada satu pun perusahaan besar di muka bumi ini, yang menerapkan manajemen seperti Bob Sadino. Dalam banyak kesempatan, pria yang masih terlihat segar dalam usia lewat 70 tahun ini, selalu mengatakan tidak pernah punya perencanaan dan tidak pernah mau membuatnya. Pernyataan ini dibuktikan dengan tindak tanduknya yang memang tidak pernah punya rencana di atas kertas. Rencana cukup di kepalanya saja, dan sangat mungkin berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi.

Tentu sangat berbeda dengan perencanaan dalam manajemen modern. Bahkan sejumlah pakar manajemen mengatakan tidak mungkin seseorang akan berhasil tanpa perencanaan. Bob sadino dengan segala keunikannya, sukses menjungkirbalikan teori para pakar. Tidak ada plan A, plan B, plan C dan seterusnya. Yang ada adalah sejuta kemungkinan.

Sama seperti perencanaan, salah satu unsur manajemen yaitu pengorganisasian juga dilanggar oleh Bob Sadino. Dia tidak mau memiliki organisasi seperti yang dijabarkan dalam buku-buku teori manajemen.

Bob Sadino mempunyai cara unik dalam melakukan pengawasan. Dengan cara ikut bekerja bersama para karyawannya. Bahkan Bob Sadino akan “nongkrong” seharian di kantor ikut bekerja, dan tidak jarang dia juga mengajak serta istri dan anaknya berada di tempat kerja.

Bob Sadino tidak ragu-ragu bergaul dengan para karyawan mulai dari top level sampai pegawai paling rendah seperti tukang sapu atau “office boy”. Dan cara dia memperlakukan para bawahannya tidak seperti seekor singa yang sedang mengawasi mangsanya. Bob Sadino justru memosisikan diri seperti rekan kerja, teman, sahabat dan keluarga. Itulah sebabnya semua karyawan rela diangkat menjadi anak oleh Bob Sadino.

Tidak ada seorang pun anggota keluarga Bob Sadino yang sedarah, baik keluarga dekat maupun keluarga jauh yang bekerja di perusahaannya. Semua pekerjanya adalah orang lain yang tidak ada hubungan darah sedikitpun. Bob Sadino sengaja membatasi keluarganya ikut campur dalam perusahaan, apalagi menjadi bagian dari perusahaan. Dia berkeyakinan, manajemen semacam itu akan menghindarkan keluarga dari keretakan.

Sebagian besar perusahaan melakukan perekrutan pegawai dengan prosedur dan sistem yang sangat profesional. Tetapi tidak demikian dengan Bob Sadino. Dia tidak pernah membuka pengumuman lowongan pekerjaan. Dia merekrut pegawai dengan cara jalanan. Dia tidak peduli latar belakang calon pegawainya. Mau sarjana S1 atau Master, mau lulusan SMA/SMP, bekas pegawai hebat atau bahkan gelandangan. Mereka bisa bekerja di sana dengan satu syarat, mau bekerja dan belajar.

Bob Sadino membagi perjalanan bisnisnya ke dalam tiga bagian waktu:

10 tahun pertama, sebagai masa penjajakan antara bos dengan para anak buah. Pada masa ini, bos yang melakukan dan memimpin semua hal sendirian. Pada masa ini, bos mulai mencari tahu kemampuan anak buah dan anak buah mencari tahu gaya kepemimpinan dan apa yang diinginkan bos.

10 tahun kedua, sebagai masa tahu sama tahu. Bos sudah sangat mengetahui kemampuan para anak buahnya, sedangkan anak buah sudah mengerti apa yang diinginkan bos. Anak buah juga paham gaya kepemimpinan bos, sehingga bisa menjalankannya sendirian.

10 tahun ketiga, sebagai masa desentralisasi penuh. Bos mulai meninggalkan segala urusan perusahaan dan memutuskan untuk tidak ikut ambil bagian dalam segala urusan perusahaan. Bos mempercayakan sepenuhnya segala urusan kepada para anak buah, dan membiarkan mereka berbuat apa yang dianggapnya benar.

Jika percaya kepada anak buah, maka berikanlah kepercayaan sepenuhnya. Termasuk membiarkan dia berbuat kesalahan dan memperbaikinya sendiri. Bob Sadino sangat percaya diri mundur dari operasional perusahaannya karena beberapa alasan sebagai berikut:

  1. Dia membangun usaha mulai dari nol. Dia tahu betul bagaimana beratnya memulai usaha dari nol.
  2. Dia pantau para karyawannya sejak pertama kali masuk perusahaan. Akibatnya, dia tahu betul kualitas mereka.
  3. Bob Sadino mengembangkan sikap selau terbuka dalam banyak hal kepada anak buah. Salah satu dampaknya, anak buah sangat hormat dan percaya kepadanya. Demikian pula sebaliknya.
  4. Tidak segan-segan mengajarkan anak buah cara berbisnis. Dia sama sekali tidak khawatir, ketika anak buahnya makin pintar bisnis, mereka akan kabur dan membuka usaha sendiri.
  5. Menerapkan sikap saling percaya kepada anak buah.

Sebagai entrepreneur, Bob justru menggunakan ilmu manajemen sebagai seni bukan ilmu dan memanfaatkannya lebih daripada yang dilakukan orang lain. Manajemen itu sesungguhnya adalah memanfaatkan kemampuan orang lain untuk mencapai sesuatu. Bob Sadino tidak mengenal istilah kerja keras atau kerja cerdas. Yang ada adalah lakukan saja lalu nikmati. Jika seseorang sudah menikmati sebuah pekerjaan, tidak ada kata kerja keras atau cerdas. Yang ada hanyalah menikmati pekerjaannya. Kalau sudah begitu tidak ada lagi kata capek, malas dan kata sifat sejenisnya, karena seseorang sudah menikmatinya. Menikmati berbeda dengan malas. Kalau, malas berarti tidak mengerjakan sesuatu.

Ada tiga langkah atau alternatif Bob Sadino dalam menciptakan pasar, yaitu:

  1. Jadilah yang pertama

Dengan menjadi yang pertama di bidang tertentu, kita pasti akan mendapatkan perhatian konsumen. Ketika orang lain mengikuti, kita sudah lebih dulu mantap sebagai yang pertama.

  1. Jadilah yang berbeda

Jangan pernah memilih bisnis yang sama dengan orang lain. Kalau kita meniru bisnis orang lain, kita tidak akan memiliki nilai tambah apa-apa, sehingga pasti kalah bersaing dengan pebisnis lain. Konsep yang bisa dipakai adalah ATM (Amati,Tiru,Modifikasi). Jadi, boleh-boleh saja meniru asal ada modifikasi di dalamnya.

  1. Menjadi yang terbaik

Jika kita sudah mampu menjalankan dua langkah di atas, pasti kita mampu menjadi yang terbaik.